Lombok Barat, suarabumigora.com – Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menuntaskan rangkaian Pendidikan Pengawas Partisipatif (P2P) lanjutan selama tiga hari, 2–4 September 2025, di Hotel Jayakarta Senggigi, Lombok Barat. Kegiatan ini diikuti kader pengawas partisipatif binaan Bawaslu NTB, dengan tujuan memperkuat kapasitas mereka sesuai tema “Berfungsi dan Bergerak untuk Pemilu 2029 yang Bermartabat.”
Hari pertama kegiatan diawali dengan pemantapan materi oleh Hasan Basri, Anggota Bawaslu NTB sekaligus Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas. Ia menekankan pentingnya deteksi dini terhadap potensi pelanggaran.
“Pencegahan dini di tingkat komunitas adalah kunci menjaga integritas demokrasi. Kita harus bergerak cepat sebelum potensi pelanggaran berkembang,” tegas Hasan Basri.
Pembukaan resmi berlangsung khidmat dengan dihadiri unsur Forkopimda NTB. Kepala Kesbangpoldagri NTB yang hadir mewakili Gubernur menyampaikan apresiasi atas konsistensi Bawaslu.
“Kami mengapresiasi langkah Bawaslu NTB yang terus memperkuat partisipasi publik dalam pengawasan pemilu. Ini adalah investasi penting untuk demokrasi yang sehat,” ungkapnya.
Acara kemudian dibuka oleh Tenaga Ahli Bawaslu RI, Aprianti Marwah, yang mendorong kader agar fokus pada peran pencegahan.
“Kader pengawas harus menajamkan peran preventif dan menjaga komunikasi publik yang etis agar demokrasi kita berjalan bermartabat,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, ditandatangani nota kesepahaman (MoU) antara Bawaslu NTB dan Kanwil Kementerian Agama NTB. Kerja sama ini bertujuan memperluas pengawasan partisipatif berbasis nilai keagamaan.
Memasuki hari kedua yang menjadi puncak kegiatan, materi disampaikan secara padat dan progresif. Umar Achmad Seth, Anggota Bawaslu NTB, membuka sesi dengan penjelasan teknis pelaporan dugaan pelanggaran.
“Laporan masyarakat adalah pintu masuk utama penegakan hukum pemilu. Tanpa partisipasi publik, pengawasan tidak akan optimal,” jelas Umar.
Materi berikutnya disampaikan Suhardi, Anggota Bawaslu NTB lainnya, yang membahas teknis penyelesaian sengketa.
“Pemahaman teknis penyelesaian sengketa sangat penting, agar potensi konflik bisa diselesaikan dengan tertib, adil, dan sesuai hukum,” katanya.
Penguatan dari sisi gerakan komunitas diberikan oleh peneliti Formappi, Lusius Karus. Ia menekankan pentingnya jejaring warga sebagai benteng pertama melawan politik uang.
“Jejaring warga di akar rumput harus menjadi garda pertama menolak praktik politik transaksional,” tutur Lusius.
Sesi berikutnya disampaikan Ketua Jaringan Demokrasi Indonesia (JADI) NTB, L. Aksar Ansori.
“Pengawasan partisipatif tidak boleh musiman, tapi harus menjadi gerakan berkelanjutan yang melekat dalam budaya masyarakat,” tegasnya.
Menutup puncak materi, Ketua Bawaslu NTB, Itratip, mengingatkan kader tentang tantangan baru di ruang digital.
“Ruang digital adalah medan baru pengawasan. Kader harus tangguh menghadapi hoaks, ujaran kebencian, dan politisasi SARA,” ujar Itratip.
Hari ketiga difokuskan pada konsolidasi, refleksi, dan perumusan rencana tindak lanjut. Para kader menyepakati sejumlah inisiatif, mulai dari penguatan posko aduan warga, patroli isu di ruang digital, hingga kolaborasi dengan tokoh agama, lembaga pendidikan, dan organisasi kepemudaan.
Kegiatan resmi ditutup oleh Tenaga Ahli Bawaslu RI, Arif Wicaksono, yang mengapresiasi etos belajar para peserta.
“Integritas dan pencegahan adalah roh gerakan pengawasan partisipatif. Bekal inilah yang akan mengawal Pemilu 2029 di NTB,” tutup Arif.
Melalui P2P lanjutan ini, Bawaslu NTB menegaskan bahwa pengawasan pemilu adalah gerakan bersama. Kader yang telah diperkuat diharapkan menjadi motor perubahan di wilayah masing-masing, sigap mencegah, cermat melaporkan, cakap menyelesaikan persoalan, serta tangguh menjaga ruang digital.(lws)
0 Komentar