Breaking News

6/recent/ticker-posts

Harga Pisang Anjlok, Petani Bawa Pisang ke Akhirat | Suara Bumigora

Dua orang petani pisang dari Santong, Wirdian dan Zulhajji


Lombok Utara, suarabumigora.com - Akhir-akhir ini sebagian besar petani pisang mengeluh lantaran harga pisang terjun bebas. Di musim lalu, diketahui harga pisang menembus Rp 10.000 per sisir, sedangkan saat ini hanya dihargai Rp 3.000, petani mengaku bingung terkait penyebab turunnya harga komoditas tersebut. Dengan kondisi ini, petani terpaksa menjual murah bahkan tidak dijual sama sekali dan dijadikan aset akhirat (disedekahkan) kepada warga.


"Musim lalu, kita bisa jual bahkan lebih dari Rp 10.000 satu sisir, sekarang mentok sampai Rp 3.000, kami bingung kenapa bisa begitu," terang Wirdian, seorang Petani Pisang yang berasal dari Desa Santong, Kayangan.


"Teman-teman ini ada yang menjual murah dengan terpaksa, ada pula yang dibiarkan saja membusuk atau disedekahkan kepada tetangga," tambah pria berusia senja itu, saat ditemui di kebunnya (12/10/2021).


Hal yang sama diungkapkan petani lainnya Zulhajji, ia menyatakan pisang memang tidak memakan biaya, tapi perawatannya mesti rutin dibersihkan. Belum lagi biaya operasional pengangkutannya dari kebun tidak sedikit. Menurut Zul, akhir-akhir ini lebih baik memberikan pisang ke warga yang membutuhkan ketimbang dijual.

Kepala DKPP KLU Tresna Hadi


"Harga jual rendah, perawatannya harus bagus dan operasional pengangkutannya lumayan besar, dengan harga segitu lebih baik kami sedekahkan untuk warga yang hajatan misalnya, hitung-hitung cari pahala," ujar Zul.


Ditemui di kantornya, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKPP) KLU Tresna Hadi menduga penurunan harga tersebut diakibatkan permintaan pasar yang menurun akibat pandemi. Sehingga ia menyarankan agar petani tidak hanya menjual bahan mentah, tetapi juga dapat berinovasi sehingga pisang tersebut dapat dijual sebagai olahan. Dengan cara demikian, diperkirakan akan menjadi nilai tambah bagi petani.


"Saya rasa ini adalah dampak pandemi, petani kita sekarang disarankan untuk kreatif dan inovatif, sehingga tidak menjual mentah saja tapi menjadi olahan seperti Pisang Sale, atau Kripik Pisang, kalau bisa begitu dapat menjadi nilai tambah bagi petani," jelas Tresna.


Selain karena pandemi, Tresna juga menuturkan permaslahan harga ini juga dipengaruhi pengepul. Rata-rata pengepul ini berada di luar daerah, sehingga harga kadang tidak stabil. Terkait faktor itu, Tresna mengajak masyarakat yang mampu agar menjadi investor (eksportir) lokal, sehingga semua dapat menguntungkan bagi masyarakat dan daerah sendiri. 


"Selama ini, produk unggulan kita masih dikuasai eksportir luar daerah. Oleh sebab itu saya mengajak masyarakat Lombok Utara yang mampu, mari menjadi eksportir lokal di daerah sendiri, sehingga perputaran ekonomi baik bagi masyarakat kita dan daerah sendiri," jelasnya. (sat)

Posting Komentar

0 Komentar