Breaking News

6/recent/ticker-posts

Riak Teater di KLU Minim, Komunitas Teater KLU Perkuat Gerakan | Suara Bumigora

De Galih Mulyadi, Pelatih Teater Bintang dan Pendiri Teater Anak Gunung. 
Lombok Utara, suarabumigora.com - Belum pudar ingatan masyarakat KLU atas capaian yang diraih Angly Fharisca Alya Mandala dan Mastur Aeba, dua siswa SMAN 1 Gangga yang meraih penghargaan kategori Akrtis dan Aktor terbaik pada perhelatan jambore sastra 2019, 27-30 Agustus lalu di Bandung. Namun jika menilik minat masyarakat secara umum terhadap teater di kabupaten muda yang berusia 11 Tahun itu, masih dalam kategori minim. Prestasi yang diraih kedua putra putri Lombok Utara itu masih berbanding terbalik dengan pandangan masyarakat terkait dunia akting tersebut. 

Dilatarbelakangi hal tersebut, Yayasan Pasir putih sebagai komunitas seni yang ternama di Lombok Utara menghadirkan beberapa komunitas teater yang tumbuh di KLU, di antaranya Teater Bintang, Teater Ozon, dan Teater Anak Gunung untuk menciptakan suatu terobosan sebagai metode memasyarakatkan teater di KLU. 

Suasana dalam diskusi
Dalam diskusi yang digelar Yayasan Pasir Putih di halaman kantornya, Pemenang (12/9/2019) itu hadir Direktur Yayasan Pasir Putih, Muhammad Gozali, Direktur Program Pasir Putih Muhammad Sibawaihi, Pelatih Teater Bintan sekaligus Pendiri Teater Anak Gunung, De Galih Mulyadi, peraih penghargaan Aktris dan Aktor terbaik Jambore Sastra 2019, Angly Fharisca Alya Mandala dan Mastur Aeba, serta anggota dari Teater Bintang, Teater Ozon dan Teater Anak Gunung. 

Dibahas dalam diskusi tersebut persoalan yang mengganjal dalam pentembangan teater di KLU, seperti yang dinyatakan Sibawaihi, di KLU teater belum mendapat tempat yang spesial di tengah masyarakat maupun pemerintah  daerah.

M. Sibawaihi, Direktur Program Yayasan Pasir Putih. 
"Berbeda dengan prestasi yang diraih Zohri, antusias masyarakat maupun pemda sangat besar itu dikarenakan bidang olahraga lebih populer, meski capaian yang diraih anak-anak KLU dalam bidang teater tidak kalah bergengsi," jelas Sibawaihi yang sekaligus menjadi Moderator dalam diskusi itu. 

Hal senada dikemukakan De Galih Mulyadi, Ia menceritakan awal-awal prosesnya menggarap teater di KLU, Ia mengadakan pementasan pertama di Gondang saat itu, kemudian ia menemukan masyarakat di sana belum bisa mengapresiasi sebuah pementasan, namun beberapa tahun berjalan pada akhirnya penonton sudah bisa memposisikan diri dalam sebuah pementasan khususnya di Gondang. 

"Masyarakat maupun pemda, memang belum antusias dalam mengapresiasi teater, sehingga pengembangan seni teater di KLU masih terasa sulit. Meski demikian sebagai komunitas kami memiliki tanggungjawab untuk tetap memasyarakatkan teater," ungkap Mulyadi. 

Angly Fharisca Alya Mandala, peraih Aktris Terbaik Jambore Sastra 2019.
Beberapa gagasan muncul dari diskusi tersrbut, di antaranya mulai memperkenalkan teater dari desa-desa, kemudian mengemas sebuah pertunjukan dalam bentuk digital dan melibatkan peran media. 

Diskusi tersebut berjalan semangat, dan dipenuhi antusiasme anggota komunitas teater yang hadir, notabenenya mereka yang masih di usia sangat produktif untuk berkarya. Kemudian, diskusi dilanjutkan dengan mendengar pengalaman menarik dari Angly dan Aeba terkait proses yang dilaluinya hingga menjadi peraih penghargaan terbaik. 

Cerita mereka dipenuhi bumbu-bumbu unik yang menegangkan, Angly misalnya yang menceritakan dirinya sempat merasa didatangi oleh mahluk misterius selama menggarap peran Cupak dan Aeba yang harus menjelajahi beberapa desa hingga larut malam untuk menemukan informasi tentang karakter Gurantang. (sat) 

Posting Komentar

0 Komentar