Breaking News

6/recent/ticker-posts

DKP3 KLU Rakor Penandaan dan Pendataan Ternak Pasca Vaksinasi PMK | Suara Bumigora

Petugas memasangkan eartag pada hewan ternak (Foto: ANTARA/Didik Suhartono)

Lombok Utara, suarabumigora.com - Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kabupaten Lombok Utara (KLU) menggelar rapat koordinasi (rakor) penandaan (eartag) dan pendataan ternak yang telah diberikan vaksin Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di aula kantor DKP3 KLU, Senin (31/10/2022). 


Kegiatan tersebut dihadiri semua Kepala UPTD KP3, petugas medis, hingga seluruh petugas inseminasi buatan (IB) KLU.  Hal ini bertujuan untuk mensukseskan program pemerintah pusat dalam penanganan PMK pada hewan ternak.


"Kita rapat koordinasi untuk penandaan dan pendataan ternak, penandaan bagi ternak yang sudah divaksin. Ini adalah program pemerintah pusat, mau tidak mau kita harus sukseskan," ujar Kepala Dinas DKP3 KLU Tresnahadi.


Dijelaskannya, dalam Rakor tersebut terdapat banyak informasi hingga persoalan diserap. Terutama dari tiap petugas pelaksana lapangan yang langsung melakukan penandaan dan pendataan terhadap ternak masyarakat. 


Keluhannya pun beragam, salah satunya yakni banyaknya masyarakat yang menolak pemasangan penanda pada telinga ternak (eartag). Masyarakat khawatir telinga ternaknya sobek dan berdampak kepada turunnya harga jual ternak. 


Kepala DKP3 KLU Tresnahadi (tengah) saat menyampaikan paparannya pada rakor siang tadi

Padahal, kata Tresnahadi, tidak ada  harga sapi turun lantaran dipasangnya eartag. Hal itu justru dinilainya lebih bermanfaat bagi peternak,sebab berdasarkan peraturan pemerintah pusat sapi yang boleh dijual di pasar hewan itu adalah sapi yang sudah terpasang eartag


"Nantinya, sapi yang belum terpasang eartag tidak boleh dijual di sana, tapi belum sampai mengarah ke sana. Kita masivkan sosialisasi dulu, ada langkah-langkah selanjutnya," sambungnya.


Selain ketakutan masyarakat, persoalan lainnya yakni masih banyaknya petugas yang takut dan khawatir salah dalam pemasangan eartag. Untuk itu, dalam waktu dekat ini DKP3 akan memberikan pelatihan secara langsung untuk semua petugas di lima kecamatan. Sebelumnya pelatihan offline dari pusat hanya diberikan kuota sebanyak tiga orang, sisanya online sehingga belum bisa dimaksimalkan.


"Maka solusinya, saya minta Bidang Peternakan paling telat hari Rabu segera dilakukan pelatihan ulang untuk para petugas," tuturnya.


Suasana saat rakor

Persoalan lainnya yakni terkait jaringan internet dan fasilitas berupa ponsel android yang digunakan petugas untuk pelaporan. Meski jaringan saat ini normal, namun terkadang terjadi gangguan. Terutama di kawasan yang termasuk blank spot.


"Tapi sudah ada solusinya, tinggal memasang dulu eartag-nya dan langsung mengambil foto dan bisa di isi datanya ditempat yang ada sinyalnya, kalau pun ponsel petugas tidak memadai mereka dapat login menggunakan ponsel lain," jelasnya.


Terhadap persoalan eartag ini, Tresnahadi menilai perlunya edukasi dan sosialisasi terkait itu pada masyarakat. Tentunya dengan melibatkan semua pihak dari tingkat kecamatan hingga desa. 


Dalam sosialisasi itu ditekankan mengenai pemberian penandaan yang bertujuan untuk menyatakan ternak tersebut sudah divaksin. Selain itu juga mempermudah pendataan, sekaligus mempermudah masyarakat yang menjual ternaknya ke luar KLU maupun pasar hewan lain.


"Agar kita memiliki database yang akurat juga. Karena untuk sekarang ini data kita bisa kita bilang belum 100 persen  valid," kata Tresnahadi. 


Seorang peserta rakor saat sedang mengajukan pertanyaan

"Maka itu, terus kita sosialisasi agar masyarakat paham, suapaya tidak timbul persepsi yang lain-lain, jadi persepsi ini harus kita luruskan kaitannya dengan penandaan ini," tambahnya. 


Terkait sosialisasi, pihaknya berencana bersurat ke kecamatan dan desa. Perihal adanya usulan memberikan penandaan dengan dikalungkan, Tresnahadi menilainya sebagai usulan bagus. Namun hal ini belum bisa diputuskan, karena harus dikoordinasikan dulu dengan Pemprov NTB dan pemerintah pusat, pasalnya nomenklaturnya mengatakan eartag, bukan kalung.


"Sambil jalan kita gunakan sistem yang ada saat ini, sambil koordinasi ke provinsi dan pusat," ujarnya.


Mantan Kabag Pemerintahan Setda KLU ini melanjutkan, realisasi pemasangan eartag saat ini baru mencapai 28 ekor ternak. Rinciannya yakni di Kecamatan Bayan sebanyak 15 ternak, dan  Kecamatan Kayangan sebanyak 13 ternak 


"Tidak ada masalah seperti anggapan masyarakat seperti telinga ternak sobek. Sedangkan di tiga kecamatan lainya belum ada realisasi," bebernya.


Para peserta rakor

Untuk pemasangan eartag, Pemprov NTB telah memberikan kuota sebanyak 28 ribu untuk KLU. Dari jumlah tersebut, dibagikan di kecamatan Tanjung, Gangga, Kayangan, dan Bayan masing-masing 5.350 unit eartag. Sedangkan untuk Kecamatan Pemenang sebanyak 4.350 unit eartag. Saat ini tersisa stok di DKP3 sebanyak 2.250 eartag.


"Pemasangan eartage ini tidak ditargetkan harus selesai hingga Desember ini, tahun depan pun masih bisa dilanjutkan, tapi lebih cepat lebih baik," jelasnya.


Ditambahkan Tresnahadi, realisasi vaksinasi ternak mencapai 50.407 ekor dari total 95.000 ternak. Artinya, capaian vaksinasi PMK sudah di atas 50 persen.


"Capaiannya cukup tinggi, di atas 50 persen," tandasnya.


Sementara Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Sarudi mengatakan, pelatihan penandaan ternak ini sudah dilakukan sejak Agustus lalu. Hanya saja, pelatihan tersebut dilakukan secara online dengan kuota sebanyak 43 orang dan offline 3 orang. 


Foto bersama usai rakor

"Untuk pelatihan offline kemarin itu kita dijatah terbatas untuk pendelegasiannya. Kita ambil dari Kecamatan Bayan, Kayangan dan Tanjung masing-masing satu orang saja," beber pria yang berprofesi sebagai Dokter Hewan tersebut.


Terbatasnya kuota offline ini tentu mengakibatkan proses penandaan tidak maksimal. Sebab itu, sesuai permintaan kepala dinas pihaknya akan segera menjadwalkan pelatihan dalam waktu dekat pada semua petugas. 


"Agar lebih efektif polanya, nanti dilakukan secara langsung di lapangan di masing-masing kecamatan," tambahnya.


Terkait kendala di lapangan, Sarudi membenarkan pernyataan Tresnahadi. Mulai dari minimnya sarana dan prasarana, gangguan jaringan saat online, hingga minimnya pemahaman masyarakat terkait eartag.


"Soal eartag ini sudah mulai dipahami masyarakat dan peternak saat ini," pungkasnya. (sat) 

Posting Komentar

0 Komentar