Breaking News

6/recent/ticker-posts

Wanita 70 Tahun ini Belasan Kali Taklukan Rinjani dengan Sarung dan Sandal Jepit | Suara Bumigora

Pemred suarabumigora.com Satria Efendi bersama Papuq Cemono, ketika berjumpa di mata air Banyu Urip Torean

Lombok Utara, suarabumigora.com - Papuq (nenek: bahasa Sasak) Cemono, begitulah ia menyebut namanya saat ditanya tim pendaki dari Media suarabumigora.com kala itu. Siang berkabut tak mengurungkan wajah bersemangat nenek berusia 70 Tahun itu ketika menapaki  jalur pendakian Rinjani via Torean yang terkenal ekstrim itu. Berbincang dengan Papuq Cemono justru membuat suasana lelah menjadi semangat. Bagaimana tidak? ia mengaku telah belasan kali menaklukan gunung Rinjani, dengan gaya yang terlalu sederhana, seketika membuat mental muda merasa tak seberapa. 


Biasanya, pendaki akan melengkapi diri dengan berbagai perlengkapan yang memadai. Tas yang besar, kantung tidur yang nyaman, tenda double layer, sepatu gunung yang kuat, hingga jaket anti dingin nantebal. Namun hal-hal seperti itu tak nampak pada wanita lansia yang kami temui di daerah Goa Susu Rinjani tersebut. Pakaian tipis berkancing besar ala nenek-nenek, sandal jepit yang usang, menggunakan sarung batik, membawa buntalan kecil di kepalanya yang berbalut hijab hijau, dan dibantu dengan sebilah tongkat kayu kecil, bagitulah gaya pendaki lansia nanunik ini menapaki gunung Rinjani dari jalur Sembalun dan keluar dari jalur Torean, Selasa (29/6/2021). 


Lansia asal Kecamatan Janapria Lombok Tengah tersebut mendaki bersama 12 orang anggota keluarganya, ia mengaku telah belasan kali mendaki Rinjani, dan sekitar lima kali mencapai puncak lantaran sering menemani suaminya (almarhum) yang dulunya adalah seorang Porter (pengangkut barang di gunung). Selain itu, tujuannya mendaki gunung guna menemukan ketentraman batin dan agar sehat fisik maupun mental. 


"Sang lime olas kali jage, leman laek masih tak umur telung dase taun. Pokok te lite ne adek ne sehat awak kance aten te, adek ne sak tenang angen te (mungkin sudah 15 kali, dari dulu sejak usia 30 Tahun. Pokoknya kita ke sini agar sehat tubuh dan hati kita, agar fikiran kita tenang)," ujar Papuq Cemono dengan bahasa Sasak logat Janapria yang kental. 


Papuq Cemono saat melewati mata air panas Goa Susu Rinjani

Ia meyakini, mendaki gunung adalah ajang menguji mentalitas spiritual. Kesakralan gunung menjadi hal yang utama baginya sehingga ketika mendaki gunung siapa pun harus menjaga gunung itu, menghormatinya, dan mengindahkannya. Baginya pendaki gunung memiliki etika yang harus dipegang erat, karena gunung adalah mahluk Tuhan yang dapat merespons tindakan manusia terhadapnya. 


"Lamun te taek gunung harus te sopan, ndek te kanggo buang dedoro, ndek te kanggo nyumpak, ndek te kanggo lenge angen te, niat te no harus solah, ndak lupa sembahyang lamun lek gunung, sengak gunung ne ye bedengah (kalau kita naik gunung kita harus sopan, kita tidak boleh buang sampah, tidak boleh mengumpat, hati kita tidak boleh buruk, niat kita harus baik, jangan lupa ibadah kalau di gunung, karena gunung bisa mendengar)," jelasnya sembari memberi nasihat. 


Kaldera Rinjani atau Danau Segara Anak, dan mata air panas Goa Susu, adalah lolasi favorit bagi Papuq Cemono. Terlihat, begitu sampai di mata air panas Goa Susu ia langsung merendam tubuhnya sembari memijat-mijat lengan dan betisnya. 


Papuq Cemono ketika berendam di mata air panas Goa Susu Rinjani

Salah satu anaknya Karidang (42) yang juga terlibat dalam pendakian tersebut membenarkan, lebih dari 15 kali ibunya mendaki gunung Rinjani. Pasalnya, ia kerap kali ikut mendaki jika si ibu mendaki. Bahkan, ia mengungkapkan bahwa ia telah dibawa ibunya mendaki sejak usianya masih sangat belia. 


"Dulu kita sampai ditarik-tarik karena tidak kuat jalan, saat itu saya masih sangat kecil, kalau tidak salah ingat saya sekitar usia tujuh atau delapan tahun saat itu," papar Karidang, yang saat itu pula membawa anaknya yang masih bocah ikut mendaki. 


Ia mengaku, pelajaran menghormati alam dan mahluk lainnya benar-benar dicontohkan langsung oleh ibunya. Menilik pendaki saat ini, ia merasa pilu, banyak pendaki yang membuang sampah, bahkan mengucapkan kata-kata kotor ketika di gunung, hingga kesakralan gunung terlihat pudar. 


Papuq Cemono saat melewati turunan terjal sebelum Goa Susu Rinjani

"Kalau orang-orang dulu naik gunung Rinjani pasti dikatakan sakral karena diyakini sebagai perjalanan spiritual, tapi sekarang sudah tidak dianggap seperti itu, bahkan banyak yang menodai kesucian gunung," ujarnya, sembari mengisi persediaan minum di mata air Banyu Urip, Torean. 


Papuq Cemono dan rombongannya terlihat begitu biasa melewati tebing curam dan berbahaya, mengenakan sarung dan menggunakan sandal jepit seolah-olah sedang berjalan di aspal landai. Namun, gaya mendaki Papuq Cemono mendapat komentar dari Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Dedy Asriady, lantaran tidak menggunakan perlengkapan standar aman pendakian. 


"Sebelum berangkat mendaki harus menyiapkan diri, baik perlengkapan, fisik dan mental. Kami juga minta agar alat pendakian menggunakan alat standar,” kata Dedy.


Menurut Dedy, para pendaki harus lebih berhati-hati, karena kondisi jalur yang rawan dan cuaca yang tidak menentu mengakibatkan resiko kecelakaan semakin tinggi. 


“Kami selalu minta agar semua pendaki jangan memaksakan diri. Jadilah pendaki yang cerdas dan juga harus lihat situasi di alam karena sangat beresiko terjadi kecelakaan,” tegasnya. (sat) 

Posting Komentar

0 Komentar