Breaking News

6/recent/ticker-posts

Harga Cengkih Merosot, Petani di Selelos Kian Murung | Suara Bumigora

Raden Didi Kuswara memperlihatkan cengkih hasil panennya
Lombok Utara, suarabumigora.com - Selelos, desa yang baru saja resmi menjadi desa definitif saat HUT ke-12 KLU ini menjadi salah satu ladang kebun cengkih terluas di Lombok Utara, pasalnya hampir semua masyarakatnya menopang ekonomi dari hasil kebun di antaranya cengkih, kopi, vanili dan kakau. Namun pada musim panen kali ini senyum di bibir para petani sepertinya harus terbalik, lantaran harga cengkih menurun tajam hingga sekitar 50 persen. 

Salah satu petani cengkih, Raden Didi Kuswara menuturkan, harga cengkih saat ini membuatnya harus berputar otak lantaran biaya operasional yang tinggi, mulai dari pembersihan pohon, panen, pemilahan, hingga penjemuran memakan biaya yang tidak sedikit. Ia menuturkan dalam kisaran satu ton panen, ia harus merogoh anggaran sekitar Rp 30 Juta hingga Rp 35 Juta untuk operasional. 

R. Sahdi saat memilah cengkih
"Jika harga cengkih sudah jatuh seperti ini, kami kewalahan memutar otak untuk menutupi biaya operasional," ujar Magister Pendidikan Biologi, lulusan UIN Malang ini saat ditemui di kediamannya pada Rabu (29/7/2020). 

Pemuda 31 Tahun yang juga merupakan Dosen Biologi di Universitas Nahdlatul Wathan (UNW) Mataram ini menjelaskan, harga cengkih saat ini anjlok hingga 50 persen, pada saat musim panen sebelumnya, ia dapat menjual cengkih dengan kisaran harga Rp 100.000 hingga Rp 120.000 per Kilogram. Namun pada musim ini, ia terpaksa memasang senyum terbalik, pasalnya ia hanya mampu menjual cengkih dengan harga maksimal Rp 55.000.

"Sekarang harganya hanya Rp 50.000, paling mahal sampai Rp 55.000 ini sangat memprihatinkan," keluhnya. 
Proses pemilahan cengkih
Hal yang sama dikemukakan R. Sahdi, yang juga merupakan petani cengkih setempat. Menurutnya untuk mengurangi biaya operasional, Sahdi memberdayakan keluarganya (istri dan anaknya) membantunya untuk proses pemilahan dan pembersihan cengkih. Ia mengungkapkan jika menggunakan tenaga buruh biaya pemilahan saja sekitar Rp 2.500 per ember kecil, oleh karenanya Sahdi memilih memberdayakan keluarga untuk meminimalisir biaya operasional. 

"Ini saya pilah-pilah sendiri, dibantu ibu, anak, istri dan saudari-saudari saya, kalau saya pakai buruh ongkosnya Rp 2.500 per ember kecil, jadi bantuan keluarga ini dapat menghemat biaya," tuturnya. 

Ia berharap, harga cengkih dapat kembali normal, agar petani dapat memenuhi kebutuhan operasionalnya. Menurutnya, tak jarang petani berhutang untuk biaya operasional memanen cengkih. Saat ini petani hanya bisa mengandalkan penjualan komoditi lain seperti kopi, vanili dan kakau untuk memenuhi kebutuhannnya. (sat) 

Posting Komentar

0 Komentar