Mataram, sauarabumigora.com - Gubernur Zulkieflimansyah mengatakan, hasil hutan tidak harus berupa kayu dari pohon besar. Komoditas lain seperti buah dan obat dapat menjadi produk hasil hutan dengan sentuhan industrialisasi untuk mendapatkan nilai tambah. Gubernur mengingatkan, kita semua harus mempunyai cara pandang berbeda dalam mengelola hutan di masa new normal. Di NTB, empat puluh persen masyarakat bermukim di pesisir hutan tapi belum semuanya sejahtera dari hasil hutan. Sosialisasi apa yang dilakukan Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) harus dimaksimalkan agar masyarakat memahami pengelolaan hutan. Hal itu dikatakan Gubernur, Zulkieflimansyah dalam webinar "Merajut Komitmen Membangun KPH" di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB, Selasa (23/6/2020).
“Masyarakat secara luas belum mengetahui apa yang sesungguhnya dilaksanakan oleh KPH KPH di kabupaten/ kota. Kalau masyarakat di pesisir hutan sejahtera karena produk hasil hutan maka dengan sendirinya propinsi juga sejahtera,” ujarnya.
Dikatakan Gubernur, hal ini sejalan dengan misi NTB Asri dan Lestari dan program unggulan NTB Hijau yang bermakna luas. KPH - KPH di NTB juga tidak hanya melakukan penghijauan dan mencegah illegal logging tapi juga sudah bersiap menuju industrialisasi hasil produk kehutanan. Proses penambahan nilai dengan pendalaman struktur industri sudah dilakukan. Variasi produk tersebut sudah terlihat seperti minyak kayu putih, dan madu.
Begitupula dengan kawasan hutan wisata yang terus berbenah. Ditambahkannya, sebagai etalase Indonesia dalam perhelatan Moto GP pada tahun depan, penghijauan di sekitar kawasan Mandalika juga sedang dilakukan.
Kepala Dinas LHK NTB, Madani Mukarom mengatakan Kawasan hutan seluas 1.071.722,83 Ha dapat menambah potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dibandingkan tahun 2017 lalu sebesar 149,000,000, PAD dari pengelolaan hutan naik menjadi 5,258,386,683 pada Mei 2020. Dalam paparan konsep industry kehutanan NTB 4.0, saat ini ada 186 unit Kelompok Usaha Kehutanan Perhutanan Sosial dengan luas 48.162 Ha dan melibatkan 34.402 KK di NTB. Namun demikian, hutan yang luas ini belum sebanding dengan rasio SDM yang belum ideal juga belum meratanya penanaman komoditas tanaman unggul yang mempunyai prospek pasar/industry.
Beberapa KPH yang sudah menghasilkan produk industry diantaranya, minyak kemiri Sumbawa dan kayu manis bubuk yang diproduksi KPH Batulanteh, minyak kayu putih produksi KPH Rinjani Barat, pengolahan rotan oleh KPH Jereweh dan lainnya yang dikelola berbasis komunitas masyarakat lingkar hutan.
Isu utama dalam webinar menyoroti dampak ekonomi akibat pandemic Covid 19. Sebagai potensi yang dapat dikelola, hutan menjadi salah satu yang didorong pemanfaatannya melalui KPH KPH yang ada di kabupaten/ kota. Selain mempertegas komitmen KPH KPH seluruh Indonesia dalam hal pengelolaan hutan dan pemanfaatannya untuk kesejahteraan juga menyoroti potensi ekonomi akibat krisis pandemic yang saat ini sedang berlangsung. (lws)
0 Komentar