Komang Darmayasa pengacara korban (Investor)
Lombok Timur, suarabumigora.com – advokat asal Bali, I Made Kurniajaya Raharja, kini harus berhadapan dengan proses hukum setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Resor Lombok Timur. Ia diduga terlibat dalam pemalsuan dokumen penting terkait kepemilikan tanah di kawasan pesisir Ekas, Lombok Timur.
Kasus ini mencuat setelah adanya laporan dari kuasa hukum investor asal Singapura berinisial Mr. KKM, yang merasa dirugikan atas tindakan mantan mitranya tersebut.
Penetapan status tersangka tersebut diketahui berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dengan nomor:B/673/VI/RES.1.9./2025/Reskrim tertanggal 13 Juni 2025. Informasi yang dikumpulkan, kasus ini berawal dari Laporan Polisi (LP) Nomor: LP/B/26/III/2025/SPKT/POLRES LOMBOK TIMUR/POLDA NTB tertanggal 15 Maret 2025.
Laporan tersebut diajukan oleh I Putu Adi Ardana, selaku kuasa dari investor asing asal Singapura berinisial Mr. KKM, yang merasa dirugikan atas tindakan terduga pelaku.
Menurut kuasa hukum pelapor dari DYS Law Office, yakni I Komang Darmayasa, kasus ini bermula dari perjanjian antara korban Mr. KKM dengan Kurniajaya Raharja pada awal tahun 2011. Dalam perjanjian tersebut, korban memiliki hak untuk memegang dan menguasai sertifikat tanah atas nama tersangka sebagai bagian dari kerja sama investasi.
Namun secara mengejutkan, pada tahun 2022, tersangka diduga membuat laporan kehilangan palsu ke Polres Lombok Timur mengenai sertifikat tanah yang sebenarnya masih dikuasai oleh Mr. KKM.
"Tidak berhenti di situ, tersangka juga diduga melakukan sumpah palsu di Kantor BPN Lombok Timur guna menerbitkan sertifikat pengganti secara melawan hukum," terangnya.
Tak berhenti di situ, ia juga disinyalir mengajukan sumpah palsu ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Timur untuk menerbitkan sertifikat pengganti. Sertifikat baru inilah yang kemudian diduga digunakan untuk menjual lahan tersebut kepada pihak ketiga, padahal tanah itu masih berada dalam penguasaan investor Singapura.
Persoalan ini menjadi rumit ketika diketahui bahwa pihak pembeli telah mulai melakukan pembangunan di atas lahan tersebut, tanpa sepengetahuan atau izin dari pemilik yang sah. Situasi ini menimbulkan kerugian besar dan menjadi indikasi adanya praktik mafia tanah yang merugikan baik dari sisi hukum maupun iklim investasi.
Kuasa hukum pelapor, I Komang Darmayasa, mengungkapkan kekecewaan kliennya yang merasa dikhianati oleh orang yang seharusnya paham dan menjunjung tinggi etika hukum.
“Klien kami datang ke Indonesia dengan niat baik untuk berinvestasi, menciptakan lapangan kerja, dan membantu perekonomian lokal. Sayangnya, ia justru menjadi korban tindakan yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Mr. KKM diketahui merupakan investor besar yang telah membangun jaringan properti wisata di berbagai negara, termasuk Bali. Investasinya di Lombok seharusnya menjadi angin segar bagi pengembangan pariwisata, namun kini justru berubah menjadi polemik hukum yang menyisakan luka.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan hukum bagi para investor serta perlunya tindakan tegas terhadap praktik-praktik yang dapat mencoreng kepercayaan dan citra daerah sebagai tujuan investasi.(lws)
0 Komentar